Sejarah
Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas
dari perkembangan penanggulangan bencana pada masa kemerdekaan hingga bencana
alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu,
perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan dan
paradigma penanggulangan bencana.
Melihat
kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi kondisi geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia untuk membangun visi
untuk membangun ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana.
Wilayah
Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang juga
terletak di antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini
memiliki 17.508 pulau. Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan
pulau-pulau yang luar biasa, bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah
nusantara ini memiliki 129 gunung api aktif, atau dikenal dengan ring of fire,
serta terletak berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia?Lempeng
Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Ring
of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan negara
kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman bencana alam. Di sisi lain, posisi
Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi hidrologis memicu
terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan ekstrim,
banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya bencana alam sebagai
ancaman, tetapi juga bencana non alam sering melanda tanah air seperti
kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan teknologi.
Menghadapi
ancaman bencana tersebut, Pemerintah Indonesia berperan penting dalam membangun
sistem penanggulangan bencana di tanah air. Pembentukan lembaga merupakan salah
satu bagian dari sistem yang telah berproses dari waktu ke waktu. Lembaga ini
telah hadir sejak kemerdekaan dideklarasikan pada tahun 1945 dan perkembangan
lembaga penyelenggara penanggulangan bencana dapat terbagi berdasarkan periode
waktu sebagai berikut.
1945
- 1966
Pemerintah
Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Badan yang
didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi situasi perang pasca
kemerdekaan Indonesia. Badan ini bertugas untuk menolong para korban perang dan
keluarga korban semasa perang kemerdekaan.
1966
- 1967
Pemerintah
membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) melalui
Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966. Penanggung jawab untuk lembaga ini
adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP berperan pada penanggulangan tanggap
darurat dan bantuan korban bencana. Melalui keputusan ini, paradigma
penanggulangan bencana berkembang tidak hanya berfokus pada bencana yang
disebabkan manusia tetapi juga bencana alam.
1967
- 1979
Frekuensi
kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana secara serius dan
terkoordinasi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pada tahun 1967 Presidium
Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk
membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).
1979
- 1990
Pada
periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) ditingkatkan
menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA)
yang diketuai oleh Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28
tahun 1979. Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahap pencegahan,
penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional dari
Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor 27
tahun 1979 membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam
(Satkorlak PBA) untuk setiap provinsi.
1990
- 2000
Bencana
tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam serta sosial. Bencana
non alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan konflik
sosial mewarnai pemikiran penanggulangan bencana pada periode ini. Hal tersebut
yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas
PB). Melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas dari
Bakornas PB diperluas dan tidak hanya berfokus pada bencana alam tetapi juga
non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan kembali dengan Keputusan Presiden Nomor
106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan penanganan lintas sektor,
lintas pelaku, dan lintas disiplin yang terkoordinasi.
2000
- 2005
Indonesia
mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana sosial yang terjadi
di beberapa tempat kemudian memunculkan permasalahan baru. Permasalahan
tersebut membutuhkan penanganan khusus karena terkait dengan pengungsian. Oleh
karena itu, Bakornas PB kemudian dikembangkan menjadi Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP). Kebijakan
tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian
diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2001.
2005
- 2008
Tragedi
gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004 telah
mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia internasional dalam
manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti situasi saat iu, Pemerintah
Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan
Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi
koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulanagn
bencana. Sejalan dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana
menjadi perhatian utama.
2008
Dalam
merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah Indonesia sangat
serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting. Setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah
kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur
pengarah penanggulangan bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana.
BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Visi
Ketangguhan
bangsa dalam menghadapi bencana.
Misi
Melindungi
bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko
Membangun
sistem penanggulangan bencana yang handal
Menyelenggarakan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinir, dan menyeluruh