Imam Syafii, ketua LDP Tagana Tulungagung saat memberi pendampingan Psiko Sosial bagi pasien Covid-19 di Rusunawa / Foto : Istimewa |
CERITARELAWAN.ID, Tulungagung - Semakin meningkat kasus Covid-19 di Tulungagung, banyak kisah menarik dan membuat hati miris dari petugas, baik kesehatan dan petugas pendukung lain yang berjibaku di tengah pandemi.
Seperti halnya kisah seorang Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang harus rela berhari-hari hingga berbulan-bulan meninggalkan kepentingan utama di rumah demi menyelamatkan nyawa manusia.
Seperti yang disampaikan Imam Safi'i, Koordinator Tim (LDP) Layanan Dukungan Psikososial Tagana Tulungagung. Pria yang beralamat di Dusun Manggisan 1 RT 01 RW 01 Plosokandang, Kedungwaru, Tulungagung ini bertugas di tempat karantina.
"Untuk Tagana di Rusunawa ini jumlahnya 12 orang. Tugasnya selama 8 bulan ini tiga hari sekali. Dan tiap dapat tugas dibagi dua shift," kata Imam, Selasa (22/12/2020).
Sebagai bagian dari pihak yang bertanggung jawab atas kebutuhan penghuni tempat karantina Covid-19, tim LDP ini bertugas untuk memenuhi kebutuhan logistik, diantaranya makan dan minum pasien Covid-19 yang ada di dalam.
"Dalam perkembangannya, kami tidak hanya menyediakan logistik makan dan minum, namun juga harus merekam kebutuhan lain termasuk pendampingan psikologis dan akhirnya membentuk tim psiko sosial," terangnya.
Pengalaman umum yang tiap hari menjadi pemandangan petugas ini adalah kondisi pasien yang dikirim ke rumah karantina IAIN Tulungagung.
"Rata-rata mereka shock, kemudian kita jelaskan sehingga terjadi peningkatan mental dan menempati karantina dengan nyaman," ungkapnya.
Imam mengaku awalnya punya perasaan cemas dan was-was mendapat tugas di rumah karantina Covid-19 ini. "Rasanya takut dan cemas, seiring berjalannya waktu dan selalu memahami protokol kesehatan, akhirnya kita jadi terbiasa," paparnya.
Yang dilakukan Imam bersama petugas Tagana LDP yang lain, sepulang bertugas mewajibkan dirinya untuk mandi dan sterilisasi sebelum bertemu keluarga.
"Selalu saya melakukan apa yang dinamakan 3 M (masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) sebelum bertemu keluarga. Saya harus mandi dan ganti baju hingga benar-benar bersih," jelasnya.
Kini, keluarga Imam dan relawan tagana yang lain dan masyarakat di tempatnya tinggal sudah memahami dan terbiasa karena dirinya selalu mengedukasi dengan baik.
"Kita juga edukasi ke keluarga dan tetangga dan sampai detik ini seluruh petugas LDP ini saat di rapid tes hasilnya non reaktif dan saya di swab, Alhamdulillah negatif semua," terangnya.
Sementara itu, petugas dari unsur TNI yang diperbantukan, Bagus, berharap agar masyarakat memahami tugas berat petugas yang berkaitan dengan Covid-19 ini. Diakui Bagus, yang terberat adalah petugas kesehatan. Pasalnya, mereka selain mengambil tindakan langsung pada pasien juga harus memberi motivasi yang mengalami stres.
Berpisah dengan anak adalah berat dirasakan petugas. Sebab, di tengah pandemi anak-anak yang seharusnya senang bertemu orang tua saat pulang tugas, justru harus dilarang sebelum benar-benar sterilisasi.
“Saya berdoa agar tidak ada yang datang ke sini (rusunawa) karena positif Covid-19. Untuk itu saya mohon pada masyarakat untuk selalu patuhi protokol kesehatan,” ujarnya.
Menurutnya, selama bertugas di lokasi karantina banyak pasien yang telah sembuh dianggap seperti keluarga. Sisi lain yang pernah dialami Bagus, ketika bertugas di lokasi karantina, tak sedikit yang merasa takut saat dia berkumpul dengan orang lain atau masyarakat di tempat tinggalnya. Apakah tidak membawa virus saat pulang dari lokasi karantina.
Dia berharap, semua lintas sektor terus mengedukasi masyarakat tentang apa itu Covid-19, bagaimana cara penularannya agar masyarakat terus sadar akan pentingnya protokol kesehatan bagi diri sendiri dan lingkungan masing-masing. Mulai dari memakai masker, jaga jarak, cuci tangan dan mandi sekembali beraktivitas di luar rumah.
Sumber tulungagungjatimtimes
Editor nur
Copyright@CERITARELAWAN2020